Senin, 08 Februari 2010

Munasabah ayat dan surat dalam al-Qur'an

A. Pengertian
Secara etimologis al-munasabah berarti al-musyakalah dan al-muqarabah yang berarti saling menyerupai dan saling mendekati. atau perhubungan, pertalian, pertautan, persesuaian, kecocokan dan kepantasan. Secara terminologis al-munasabah berarti adanya keserupaan dan kedekatan di antara berbagai ayat, surat, dan kalimat yang mengakibatkan adanya hubungan. Hubungan tersebut bisa berbentuk keterkaitan makna ayat-ayat dan macam-macam hubungan atau keniscayaan dalam pikiran, seperti hubungan sebab dan musabbab, hubungan kesetaraan, dan hubungan perlawanan.
Seperti pendapat para pujangga dan sastrawan, diantara ciri gubahan suatu bahasa yang layak dikategorikan baik dan indah yaitu ketika rangkaian kata demi kata, kalimat demi kalimat, alinea demi alinea dan seterusnya memiliki keterkaitan atau hubungan sedemikian rupa sehingga menggambarkan satu kesatuan yang tidak terputus. Al-Qur'an sangat memenuhi persyaratan yang ditetapkan para pujangga itu, mengingat keseluruhan al-Qur'an yang terdiri atas 30 juz, 114 surat, hamper 88.000 kata dan lebih dari 300.000 huruf, itu seperti ditegaskan al-Qurtubi laksana satu surat yang tidak dapat dipisah-pisahkan. Dan suatu hal yang patut ditegaskan bahwa kesatuan al-Qur'an itu terjadi sama sekali bukan karena dipaksakan melainkan bisa dibuktikan melalui hubungan antar bagian demi bagiannya.
B. Dasar – Dasar Pengertian Tentang Adanya Munasabah
Para ulama sepakat bahwa tertib ayat-ayat dalam al-Qur'an adalah tauqifi (tergantung pada petunjuk Allah dan Nabi-Nya). Namun, mengenai tertib surat-surat al-Qur'an para ulama berbeda pendapat.
1. Mayoritas ulama berpendapat bahwa tertib surat-surat al-Qur'an sebagaimana yang dijumpai dalam mushhaf yang sekarang adalah tauqifi. Pendapat ini didasarkan atas keadaan Nabi SAW. yang setiap tahun melakukan mu'aradhah (memperdengarkan bacaannya) kepada Jibril AS. Termasuk yang diperdengarkan Rasul itu tertib surat-suratnya. Pada mu'aradhah terakhir, Zaid bin Tsabit hadir saat Nabi membacakan ayat-ayat al-Qur'an sesuai dengan tertib surat yang sama kepada kita sekarang.
2. Sebagian ulama memandang tertib ayat-ayat al-Qur'an masuk dalam masalah ijtihad. Pendapat ini didasarkan . Pertama, mushhat pada catatan para sahabat tidak sama. Kedua, sahabat pernah mendengar Nabi membaca surat yang terdapat dalam al-Qur'an. Ketiga, adanya perbedaan pendapat dalam masalah tertib surat al-Qur'an ini menunjukkan tidak adanya petunjuk yang jelas atas tertib yang dimaksud.
3. Ada pula yang berpendapat bahwa sebagiannya tauqifi dan lainnya ijtihadi. Menurut pendapat ini, tidak semua nama surat al-Qur'an diberikan oleh Allah, tetapi sebagian diberikan oleh Nabi SAW dan lainnya diberikan oleh para sahabat. Usman pernah ditanya mengapa surat at-Taubah tidak dimulai dengan basmallah. Ia menjawab bahwa ia melihat isinya sama dengan surat sebelumnya, surat al-Anfal. Nabi tidak sempat menjelaskan tempat surat tersebut sampai wafatnya. Karena itu, saya (kata Usman) menempatkannya setelah surat al-Anfal.
Meski ketiga pendapat diatas memiliki alasan, tetapi alasan-alasan yang dikemukakan itu tidak semuannya memiliki tingkat keabsahan yang sama. Alasan pendapat yang mengatakan tertib surat sebagai ijtihadi tampak tidak kuat. Riwayat tentang sebagian sahabat pernah mendengar Nabi membaca al-Qur'an berbeda dengan tertib mushhaf yang sekarang dan adanya catatan mushhaf sahabat yang berbeda bukanlah riwayat mutawatir. Kemudian, tidak ada jaminan bahwa semua sahabat yang memiliki catatan mushhaf itu hadir bersama Nabi setiap saat turun ayat al-Qur'an. Karena itu, kemungkinan tidak utuhnya tertib mushhaf sahabat sangat besar.
Demikian juga alasan pendapat yang mengatakan sebagian surat tauqifi dan sebagian surat ijtihadi tidak kuat. Keterangan bahwa Nabi tidak sempat menjelaskan letak surat at-Ataubah sehingga Usman yang menempatkannya sesudah surat al-Anfal adalah riwayat yang lemah, baik dari segi sanad maupun matan. Sementara itu, riwayat tentang mu'aradhah Nabi akan bacaannya kepada Jibril setiap tahun adalah riwayat shahih. Karena itu, pendapat mayoritas lebih kuat daripada kedua pendapat lainnya.
Sebagian ulama berpendapat bahwa munasabah itu tidak ada. Diantara ulama yang berpendapat demikian adalah 'Izz al-Din Ibn 'Abd al-Salam. Alasannya adalah bahwa suatu kalimat akan memiliki munasabah bila diucapkan dalam konteks yang sama. Karena al-Qur'an turun dalam berbagai konteks maka al-Qur'an tidak memiliki munasabah. Disini seolah-olah Izz al-Din ingin mengatakan bahwa susunan ayat mesti berdasarkan masa turunnya. Sementara itu, pendapat yang mengakui adanya munasabah memandang ketidakberaturan al-Qur'an mengandung rahasia.
Terlepas dari kontroversi pendapat tentang keberadaan munasabah, ilmu ini termasuk yang kurang mendapat perhatian dari para mufasir. Buku-buku Ulumul Qur'an, terutama buku-buku dalam bahasa Indonesia jarana memuat bahasan ini. Sebab, ilmu munasabah (sebagai mana ditegaskan oleh al-Suyuthi) termasuk ilmu yang rumit.
C. Macam – Macam
Munasabah terbagi kedalam beberapa macam:
1. Munasabah antara surat dengan surat
Surat yang ada di dalam al-Qur’an mempunyai munasabah. Sebab surat yang datang kemudian menjelaskan hal yang disebutkan secara global pada surat sebelumnya. Contohnya surat al-Baqarah memberikan perincian dan penjelasan bagi surat al-Fatihah. Surat Ali Imran yang merupakan surat berikutnya memberi penjelasan lebih lanjut bagi kandungan surat al-Baqarah. Selain itu munasabah dapat membentuk tema sentral dari berbagai surat. Contoh ikrar ketuhanan, kaidah-kaidah agama, dan dasar-dasar agama merupakan tema-tema sentral dari surat al-Fatihah, al-Baqarah, dan Ali Imran.
2. Munasabah antara nama surat dengan kandungannya.
Nama-nama surat yang ada dalam Al-Qura’an memiliki kaitan dengan pembahasan yang ada pada isi surat. Surat al-Fatihah disebut ummu al-kitab karena memuat berbagai tujuan Al-Qura’an.
3. Munasabah antara kalimat dengan kalimat dalam satu surat
Munasabah antara kalimat dalam Al-Qura’an adakalanya memakai huruf 'athaf (kata hubungan) dan adakalanya tidak. Munasabah yang memakai huruf 'athaf biasanya mengambil bentuk tadhad (berlawanan). Misalnya pada ayat:
يَعْلَمُ مَايَلِجُ فِى الْاَرْضِ وَمَايَخْرُجُ مِنْهَا
“Dia mengetahui apa yang masuk ke dalam bumi dan apa yang keluar darinya.” (QS. Al.Hadid (57):4)
dan ayat:
وَاللهُ يَقْبِضُ وَ يَبْسُطُ
“Dan Allah menyempitkan dan melapangkan (rezki).” (QS.Al-Baqarah (2): 245)
Kata يَلِجُ (masuk) dengan يَخْرُجُ (keluar) dan يَقْبِضُ (menyempitkan) dengan يَبْسُطُ (melapangkan) dinilai sebagi ‘alaqah (hubungan) berupa perlawanan.
Sedangkan munasabah yang tidak memakai huruf 'athaf (penghubung), sandarannya adalah qarinah ma’nawiyyah (indikasi manawi). Aspek ini bisa muncul dalam beberapa bentuk sebagai berikut:
a. At –Tanzil (membandingkan dua hal yang sebanding menurut kebiasaan yang berakal). Misalnya:
كَمَااَخْرَجَكَ رَبُّكَ مِنْ بَيْتِكَ بِالْحَقِّ
"Sebagaimana Tuhanmu menyuruhmu pergi dari rumahmu dengan kebenaran". (QS. Al-Anfal (8):5)
Ayat sebelumnya adalah:
اَولٰئِكَ هُمُ الْمُؤْمِنُوْنَ حَقًّا
"Mereka itulah orang-orang Mukmin dengan sebenarnya." (QS. Al-Anfal (8):4)
Disini ada dua keadaan yang sebanding. Sebagaimana mereka sungguh-sungguh benci atas keluarnya Nabi memenuhi perintah Allah, demikian pula mereka sungguh-sungguh tidak menentang Rasul lagi setelah benar-benar beriman.
b. Al –Mudhaddah (berlawanan). Misalnya:
اِنَّ الَّذِيْنَ كَفَرُوْا سَوَاءٌ عَلَيْهِمْ أَأَنْذَرْتَهُمْ أَمْ لمَ ْ تُنْذِرْهُمْ لَايُؤْمِنُوْنَ
"Sesungguhnya orang-orang kafir sama saja engkau beri ingat mereka atau tidak engkau beri ingat, mereka tidak akan beriman". (QS. Al-Baqarah (2):6)
Munasabah nya adalah bahwa ayat ini menerangkan watak orang kafir, sedangkan di ayat sebelumnya Allah menerangkan watak orang Mukmin.
c. Al –Istithrad (peralihan kepada penjelasan lain). Misalnya:
يَابَنِى اٰدَمَ قَدْ اَنْزَلْنَاعَلَيْكُمْ لِبَاسًايُوَارِى سَوْءَاتِكُمْ وَرِيْشًا وَلِبَاسُ التَّقْوٰى ذٰلِكَ خَيْرٌ ذٰلِكَ مِنْ اَيَاتِ اللهِ لَعَلَّكُمْ يَذَّكَّرُوْنَ
"Hai anak Adam, sesungguhnya Kami telah menurunkan kepadamu pakaian untuk menutupi auratmu dan pakaian indah untuk perhiasan. Dan pakaian takwa adalah yang paling baik. Demikian itu merupakan sebagian dari tanda-tanda Allah, mudah-mudahan kamu selalu ingat". (QS.Al-A'raf (7):26)
Ayat ini menjelaskan nikmat Allah, sedang di tengahnya dijumpai sebutan pakaian takwa yang mengalihkan perhatian untuk menoleh kepada banyaknya unsur takwa dalam berpakaian.
d. Al –Takhallush (peralihan). Peralihan disini adalah peralihan yang terus-menerus dan tidak kembali lagi pada pembicaraan pertama. Misalnya dalam surat al-A'raf mulai dari ayat 59 sampai ayat 157. Ayat-ayat ini mulai mengisahkan umat-umat dan nabi-nabi terdahulu secara bertahap beralih terus sampai kepada kisah Nabi Musa AS dan berakhir pada orang-orang pengikut nabi yang Ummi, Muhammad SAW.
4. Munasabah antara ayat dengan ayat dalam satu surat
Munasabah dalam bentuk ini dilihat dalam surat-surat pendek. Misalnya Al-Ikhlas, masing-masing ayat pada surat itu menguatkan tema pokoknya tentang keesaan Tuhan.
5. Munasabah antara penutup ayat dengan isi ayat
Munasabah disini bisa bertujuan:
a. Tamkin (peneguhan)
b. Tashdir (pengembalian)
c. Tausyih (penyelepangan)
d. Iqhal (penjelasan tambahan dan penajaman makna)
6. Munasabah antara awal uraian surat dengan akhir uraian surat
Munasabah ini dapat dilihat misalnya pada surat Al-Qashash. Permulaan surat menjelaskan perjuangan Nabi Musa, di akhir surat memberikan kabar gembira kepada Nabi Muhammad SAW. Yang menghadapi tekanan dari kaumnnya, dan akan mengembalikannya ke Mekkah. Di awal surat, larangan menolong orang yang berbuat dosa dan di akhir surat larangan menolong orang kafir. Munasabah disini terletak pada kesamaan situasi yang dihadapi dan sama-sama mendapat jaminan dari Allah SWT
7. Munasabah antara akhir satu surat dengan awal surat berikut
Diantara yang jelas munasabahnya adalah antara awal surat al-Hadid (57)
سَبَّحَ ِﷲِِ مَافِي السَّمٰوٰتِ وَمَا فِي الْاَرْضِ وَهُوَالْعَزِيْزُالْحَكِيْمُ
“Semua yang berada dilangit dan yang berada dibumi bertasbih kepada Allah. Dan Dia Maha Gagah dan Maha Bijaksana.”
Dan akhir surat al- Waqi’ah (56)
فَسَبِّحْ بِاسْمِ رَبِّكَ الْعَظِيْمِ
“Maka bertasbihlah dengan nama Tuhanmu yang Maha Mulia”
Munasabahnya adalah antara perintah bertasbih pada akhir surat al-Waqiah dan keterangan tentang bertasbihnya semua yang ada dilangit dan dibumi pada awal surat al-Hadid.

D. Urgensi Mempelajarinya
Diantara urgensi munasabah Al-Qura’an adalah sebagai berikut:
1. Menemukan makna yang tersirat dalam susunan dan urutan kalimat-kalimat, ayat-ayat, dan surat-surat Al-Qura’an sehingga bagian-bagian dari Al-Qura’an saling berhubungan dan tampak menjadi satu rangkaian yang utuh dan integral.
2. Mempermudah pemahaman Al-Qura’an .
3. Memperkuat keyakinan atas kebenarannya sebagai wahyu dari Allah
4. Menolak tuduhan bahwa susunan Al-Qura’an kacau

Daftar Pustaka
Prof. Dr. Muhammad Amin Suma, MA.SH. Studi Ilmu-ilmu Al-Qur'an 3 Jakarta:Pustaka Firdaus, 2004.
H. Ramli Abdul Wahid Ulumul Qur'an I Jakarta: PT Raja Grafindo Persada, 2002.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar